Etiologi Kejahatan (Faktor biologis, psikologis, sosial ekonomi) & Learning To Commit Crime (differential Association,neutralizing ,social bounding)


Etiologi kejahatan menurut tiga presfektif, yaitu:
1. Faktor biologis
2. Faktor psikologis
3. Faktor sosial ekonomi
Learning to commit crime
1. differential Association theory
2. neutralizing theory
3. social Attachment / social bounding theory
ETIOLOGI KEJAHATAN MENURUT TIGA PRESFEKTIF
A. FAKTOR BIOLOGIS:
pemikiran bahwa prilaku dan juga prilaku criminal ditentukan oleh factor bakat yang diwariskan sudah sejak zaman kuno dikemukakan. Ini bukan hal yang mengherankan sebab dalam pandangan kebanyakan orang anak-anak bertindak seperti orang tuanya. Peribahasa”anak harimau tidak akan menjadi anak kambing” banyak dijumpai dimana-mana. Kejahatan timbul karena factor biologis maksudnya adalah bahwa kejahatan ada karena memang sudah menjadi bakat seseorang. Factor biologis meliputi keadaan, sifat-sifat antropologis (sifat-sifat jasmaniyah) dan psikologis dari sipembuat dan memperhatikan kriminalitas sebagai pernyataan hidup si pembuat.
Cesare Lombroso(born kriminal)
Berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan membawa serta bakat-bakat tertentu. Kalau bakat seseorang itu jahat, kapan saja dia bisa cenderung jahat. Sebab bakat jahat sudah ada sejak lahir dabukan karena pengaruh lingkungan. Teori lombroso tentang born kriminal menyatakan bahwa para penjahat adalah sutu bentuk lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenekmoyang yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan dengan mereka yang bukan penjahat. Mereka dapat dibedakan dari non kriminal melalui beberapa atavistic stigma, ciri-ciri fisik pada makhluk pada tahap awal perkembangan sebelum mereka benar-benar manusia. Pada dasarnya teory lombroso ini membagi penjahat pada 4 golongan[1] yaitu:
1. Born Criminal yaitu orang yang memang sejak lahir ber bakat menjadi penjahat.
2. Insome Criminal yaitu orang yang termasuk pada golongan orang idiot dan paranoid.
3. Occasional Criminal atau Criminaloid adalahpelaku kejahatan berdasarkan pengalaman terus menerus sehingga mempengaruhi pribadinya.
4. Criminal of Passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya karena cinta, marah, ataupun karena kehormatan.
Menurut sumber lain dikatakan bahwa Lombroso membagi penjahat menjadi 4 golongan[2], yaitu:
1. Theory Born Criminal yaitu (penjahat yang dilahirkan sebagai penjahat)
2. Atavistic stigmata yaitu (ciri-ciri fisik dari makhluk pada tahap awal perkembangan, sebelum mereka benar-benar menjadi manusia)
3. Insane criminals yaitu (penjahat sebagai hasil dari beberapa perubahan dalam otak mereka yang mengganggu kemampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah)
4. Criminoloids yaitu (mencakup suatu kelompok ambiguous termasuk penjahat kambuhan (habitual criminal), pelaku kejahtan karena nafsu dan berbagai tipe lain)
Ajaran intinya bahwa
1. penjahat mewakili suatu tipekanehan/keganjilan fisik yang berbeda dengan non kriminal,
2. penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi
Enrico Ferri
Dikatakan bahwa:
Kejahatan dipengaruhi oleh penekanan pada keeling-hubungan (interrelatedness) sadri factor-faktor social, ekonomi dan politik
Kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh2 interaktif diantara nya:
1. factor-faktor fisik (seperti ras, geografis, temperature) dan
2. factor social ( seperti umur, jenis kelamin, variable-variabel psikologis)
Dalam buku sociologi Criminale d klasifikasi penjahat:
1. The born criminals/instinctive criminals
2. Insane criminals (secara klinis di identifikasi sebagai sakit mental)
3. The passion criminals(elakukan kejahatan sebagai akibat problem mental/keadaan emosional yang panjang serta kronis)
4. The occasional criminals (merupakan produk dari kondisi-kondisi keluarga dan social lebih dari problem fisik atau mental yang abnormal)
5. The habitual criminal (memperoleh kebiasaan dari lingkungan social)
6. Involuntary criminals
Raffaela Garofola
Menurut teori ini kejahatan-kejahatan alamiah ditemukan didalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikannya.
Charles Buchman goring
Ia menyimpulkan tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapat lebih kecil danramping. Ia menafsirkan temuan ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologi lebih nferior tetapi tidak menemukan satu pun tipe fisik penjahat.
Menurutnya bahawa Kondisi fisik yang kurang ditambah keadaan mental yang cacat (tidak sempurna) merupakan factor-faktor penentu dalam kepribagian kriminal
Body types theories (reoy tipe fisik)
Ernst Kretchmer( 1888-1964)
Ia mengidentifikasi empat tipe fisik yakni; asthenic; athletic; pyknic; dan beberapa tipe campuran
1. Asthenic=kurus, tubuh ramping, bahu kecil
2. Athletic=menengah tinggi, berotot, kuat, bertulang kasar
3. Pyknic=tinggi sedang, figure yang tegap, leher besar, wajah luas
4. Beberapa tipe campuran=tidak terklasifikasi
Pyknic Berhubungan dengan depresi. Asthenic dan athletics dengan schizophrenia.
Ernest A. Hooten
Seorang antropologi fisik. Perhatiannya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara diamirika dengansuatu control group dari non criminal
William H. Sheldon
Ia memfomulasikan sendiri sendiri kelompok samatotypes. Menurutnya orang yang didomisi sifat bawaan mesomorph cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat prilaku illegal
1. The endomorph (memiliki tubuh gemuk)
2. The mesomorph ( berotot dan atletis)
3. The ectomorph (tinggi,kurus&fisik yang rapuh)
Sheldon Glueck
Melakukan studi komparatif antara pria delinquent (penjahat) dengan non-deliquent (bukan penjahat)
Ciri deliquen:
1. wajah sempit(kecil)
2. dada lebar
3. pinggang besar dan luas
4. lengan bawah dan atas besar
Disfungsi otak & learning disabilites
Disfungsi otak dan cacat neurologis secara umum ditemukan pada penjahat pada umumnya dan Kerusakan pada fungsi sensori dan motorik yang membawa prilaku menyimpang
Macam-macam learning disabilites :
1. Dyslexia (gagal menguasai skil berbahasa setaraf dengan kemampuan intelektual)
2. Aphasia (suatu problem komunikasi verbal atau masalah dalam memahami pembicaraan orang lain)
3. Hyperactive
Faktor-faktor genetika
1. Twin studies(orang kembar) Penelitiam ini dilakukan oleh Karl cristiansen & Sarnoff A Mednick
Identical twin/Monozygotic twins: Satu sel telur membelah menjadi 2 embrio (gen ke 2 kembar tersebut sama) Jika pasangan nya melakukan maka ia juga melakukan. Cenderung melakukan kriminalitas
Fraternal twin/Dizygotic twins: 2 sel telur dibuahi pada saat bersamaan
2. Adoption studies(adopsi)Kriminalitas dari orang tua asli (biologis) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap anak disbanding kriminalitas dari orang tua angkat
3. The XYY syndrome(cromosom)
Mereka yang memiliki kromosom XYY cendrung bertubuh tinggi, secar fisik agresif, sering melakukan kekerasan
Tiap manusia memiliki 23 pasang kromosom yang diwariskan
Perempuan = mendapat 1 X dari ayah dan ibu
Laki2= mendapat 1 X dari ibu dan 1 Y dari ayah
XYY abnormalis genetika coz ia menerima 2Y
B. FAKTOR PSIKOLOGIS
Teory psikoanalisis ( Sigmund Freud)
Teori ini menghubungkan dilequent dan prilaku criminal denag suatu conscience yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan siindividu dan bagi kebutuhan yang harusa segera dipenuhi.
Moral development theory
Lawrence Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahap yakni; preconvensional stage,conventional level, dan postconventional
Sedangkan John Bowlhy mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi sejak lahir dan konsekwensi bila tidak mendapatkan itu, dia mengajukan theory of attachment
Social Learning Theory
Teori pembelajaran ini berpendirian bahwa prilaku dilenquent ini dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagai mana semua prilaku non dilenquent.tokoh yang mendukung teori ini diantaranya adalah:
Albert Banddura Ia berpendapat bahwa individu-individu yang mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling; anak belajar bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain
Gerard Peterson Ia menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung. Ia melihat bahwa nanak-anak yang bermain secara pasifsering menjadi korban anak-anak lainnya tetapi kadanng-kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak-anak ini belajar membela diri dan akhirnya mereka mulai perkelahian.
Ernesnt Burgess dan Ronald Akers Dimana mereka mengabungkan learning theory dari Bandura yang berdasarkan psikologi dengan theori differential association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan sosiologi dan kemudian menghasilkan teori differential association rein forcemt.
C. FAKTOR SOSIAL EKONOMI
Dimana teori-teori sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahtan didalam linkungan sosial. Teori ini ndapat dikatagorikan dalam 3 katagori umum yakni; strain, culture divience, dan social control
STRAIN THEORY (Rorbert K Merton)
Masalah sesungguhnya ada di timbulkan oleh struktur social (social structur) yang menawarkan tujuan-tujuan yang sama untuk semua anggotanya tanpa member sarana yang merata untuk mencapainya. Kekurang paduan apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan), dapat menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membingbing tingkah laku.
Contoh masyarakat yang berientasi kelas maka kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata sangat sedikit anggota kelas bawah yang mencapainya
Struktur social merupakan akar dari masalah kejahatan (pendekatan ini disebut structural explanation). Strain teory berasumsi bahwa orang itu taat hokum, tetapi dibawah tekanan besar mereka akan melakukan kejahatan: disparitas antara tujuan dan sarana inilah yang memberikan tekanan tadi
Theori Anomie dari Emile Durhkeim
Satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana msing-masing berhubungan satu sama lain, kita melihat pada struktur dari suatu masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroprasi lancer, susunan social berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika bagian-bagian komponennya tertata dalam suatu keadaan yang mebahayakan keteraturan/ketertban social, susunan masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak berfungsi) seperti analogy, jika kita melihat sebuah jam dengan seluruh bagian-bagiannya sangat singkron. Ia berfungsi sangat tepat. Ia menunjukan waktu dengan akurat. Namun apabila suatu pernya yang kecil rusak, keseliruhan mekanisme tidak lagi berfungsi dengan baik. Demikianlah presfektif structural functionalis yang dikembangkan oleh Emile Durk Heim.
Durkheim memperkenalkan istilah anomie yaitu hancurnya keteraturan social sebagai akibat dar hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai
Ia menyakini jika sebuah masyarakat sederhan bekembang menuju suatu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan yang dibutukan untuk melanjutkan satu set norma akan merosot dimana kelompok-kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan-aturan umum tidakan-tindakan dan harapan orang dalam satu sektor mungkin akan bertentangan tindakan dan harapamn orang lain dengan tidak dapat diprediksi perilaku system tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam kondisi anomie.
Durkheim mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tak terbatas satu. Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia.
LEARNING TO COMMIT CRIME
A. DAVID MATZA (TECHNIQUES OF NETRALIZATION )
Pada tahun 1960an ia mengembang suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut kedalam atau keluar dari dilequency. Menurutnya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk memntaati atau terikat dengan hukum. “IKATAN” atau “BOND” antara seseorang dengan hukum )sesuatu yang menciptakan rasa tanggunga jawab dan control) akan tetapa di tempatnya sepanjang waktu. Apabila ia tidak ditempatnya lagi, remaja itu mungkin masuk dalam suatu keadaan drif, atau priode dimana: delinquent sementara hadir dalam keadaan limbo (terlantar atau terombang-ambing) antara convention dan crime, merespon permintaan dari masing-masing, kadang dekat dengan yang satu kadang dengan yang lain, tetapi menunda komitmen, menghindari putusan.Jadi antara tindakan criminal dan konvensional.
Jika seorang remaja terikat oleh aturan sosial bagaimana menjustifikasikan tindakan mereka. Jawabnya bahwa mereka mengembangkan techinis quest of netralisir untuk merasionalisasikan tindakan mereka. Tehnik-tehnik ini merupakan mekanisme pertahanan yang mengendurkan para remaja itu.
Tujuan dari techniques of neutralization adalah untuk merasionalisasikan apa apa yang menjadi tindakan mereka.
Tehnik netralisasi itu adalah:
1. Denial of responbility (menolak bertanggung jawab)
2. Denial of injury (menyangkal tindakan merugikan)
3. Denial of the victim (menyangkal menimbulkan korban)
4. Condemnation of condemner (menyalahkan pihak-pihak yang menyalahkan dia)
5. Appeal to higher loyalties (menarik kepada kesetiaan yng lebih tinggi)
B. TRAVIS HIRCHI( SOCIAL BONDS)
Ia menyebutkan empat sosial bonds yangn mendorong sosialzation dan conformity diri yaitu; attecment ( kasih saying), commitment, involemt, dan bilief. Menurutnya semakin kuat ikatan ikatan ini semakin kecil kemungkinan terjadi dilenquncy, kelemahan-kelemahan di setiap ikatan-ikatan itu berkaitan dengan tingkah laku deliquen.
Empat social bonds dari hirschi itu yaitu[3]:
1. attachment
2. Commitment
3. Involvement
4. Belief
Social bounding teory memberikan panduan p[ada kita agar tidak melakukan kejahatan,maka kita harus memperhatikan beberapa factor yang dapat menghindarkan seseorang dari bertindak jahat[4], yaitu:
1. Ikatan kasih sayang (keluarga)
2. Semakin kuat pada norma-norma sekolah (prestasi akademi) semakin sulit terlibat kejahatan
3. Ikatan dengan kawan-kawan dekat terpilihnya (sahabat)
C. DIFFERENTIAL ASSOCIATION(Shuterland)
Shuterland menemukan istilah Differential association untuk menjelaskan proses pelajar tingkah laku criminal melalui intraksi social itu. Setiap orang menurutnya mungkin saja melakukan kontak (hubungan) dengan definisi baik ke/pada pelanggaran hukum definitions favorable to violation of law” atau dengan definisi kurang baik ke/pada pelanggaran hukum “definitions unfavorable to violation of law”.[5]
Menjelaskan mengenai proses dimana seseorang belajar untuk melakukan kejahatan dan juga konten apa yang dipelajari dari tindakan tersebut. Ia berpendapat bahwa prilaku kriminal itu dipelajari sama seperti prilaku lainnya. Intinya adalah bahwa orang-orang melakukan kejahatan karena mereka memiliki hubungan yang lebih dengan pola pro criminal daripada dengan pola anti criminal. Istilah differential association untuk menjelaskan proses belajar menurut tingkah laku kriminal melalui intraksi sosial itu. Setiap orang menurutnya, mungkin melakukan kontak (hubungan) dengan definition faroble to violation of law atau dengan definition unfavorable to violation of law. Rasio dari definisi-definisi atau pandangan tentang kejahatan ini-apakah pengaruh-pengaruh kriminal atau non kriminal lebih kuat dalam kehidupan seseorang menentukan ia menganut atau tidak kejahatan sebagai satu jalan hidup yang diterima. Dengan kata lain rasio dari defenisi-defenisi (kriminal terhadap nonkriminal) menentukan apakah seseorang akan terlibat dalam tingkah laku kriminal. [6]
Diferential association didasarkan pada Sembilan proposisi(dalil)[7] yaitu:
1. Criminal Behavior is learned. Tingkah laku criminal itu dipelajari
2. Criminal behavior is learned in intraction with other person in a process of communication.tingkah laku criminal dipelajari dalam iontraksi dengan orang lain dalam proses komunikasi. Seseorang tidak begitu sajamenjadi criminal hanya karena hidup dalam suatu lingkungan yang criminal. Kejahatan dipelajari dengan partisipasi bersama orang lain baik dalam komunikasi verbai maupun non verbal.
3. The principal part of the learning of criminal behavior occurs within intimate personal group. Bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku criminal itu terjdi didalm kelompok-kelompok orang yang intim/dekat. Keluarga dan kawan-kawan dekat mempunyai pengaruh paling besar dalam mempelajari tingkah laku menyimpang. Komunikasi-komuniksi mereka jauh lebih banyak daripada media masa, seperti film, telepisi dan surat kabar.
4. When criminal behavior is learned, the learning includes (a) techniques of commiting the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple and, (b) the specipic direction of motivies, drives, rationalization and attitudes. Ketika tingkah laku criminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk (a) tehnik-tehnik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit, kadang sangat mudah dan (b) arah khusus dan motif-motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap-sikap. Delinquent muda bukn saja belajar bagaimana mencuri di took, membongkar kotak, membuka kunci, dsb tetapi juga belajar bagaimana merasionalisasikan dan membela tindakan-tindakan mereka. Seorang pencuri kan ditemani pencuri lain selama waktu tertentu sebelum dia melakukannya sendiri. Dengan kata lain, para penjahat juga belajar keterampilan dan memperoleh pengalaman.
5. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as favorable or unfavorable. Arah khusus dari motip-motip dan dorongan-dorongan itu diprlajari melalui defenisi-defenisi adri aturan aturan hokum apakah ia menguntungkan atau tudak. Di beberapa masayarakat seorang individu dikelilingi oleh orang orang yang tanpa kecuali mendefinisikan aturan-aturan hokum sebagai aturan yang harus dijalankan, sementara ditempat lain ia dikelilingi oleh orang-orang yang definisi-defininya menguntungkan untuk melanggar aturan hokum. Tidak setiap orang dalam masyarakat kita setuju bahwa hokum harus ditaati. Beberapa orang mendefinisikan aturan hokum itu tidak penting.
6. A person becomes delinquent because of an excess of definitions favorable to violation of law over definitions un favorable to violation of law. Seseorang menjadi deliquen karena definisi-definisi yang menguntungkan untuk melanggar hokum lebih dari definisi-definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hokum. Ini merupakan perinsip kunci (key principle) dari differential association, arah utama dari teory ini. Dengamn kata lain mempelajari tingkah laku criminal bukanlah semata-mata persoalan hubungan dengan teman/kawan yang buruk. Tetapi mempelajari tingkah criminal tergantung pada beberapa banyak definisi yang kita pelajari yang menguntungkan untuk pelanggaran hokum sebagai lawan dari defenisi yang tidak menguntungkan untuk pelanggaran hokum.
7. Differential association may vary in frequency, duration, priority and intencity. Asosiasi diferensial itu mungkin bermacam-macam dalam frekuensi, lamanya,prioritasnya, dan intensitasnya. Tingkat dari asosiasi-asosiasi/defenisi-defenisi seseorang akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dkekerapan kontak, berapa lamanya, dan artti dari asosiasi/defenisi kepada indifidu.
8. The process of learning criminal behafior by association with criminal and anticriminal patterns involves all of the mechanism that are involved in any other learning. Proses mempelajari tingkah laku criminal melalui asosiasi dengan pola-pola criminal dan anti criminal melibatkan semua mekanisme yang ada di setiap pembelajaran lain. Mempelajari pola-pola tingkah laku criminal adalah mirip sekali dengan mempelajari pola-pola tingkah laku konvensional dan tidak sekedar suatu persoalan pengapatan dan peniruan.
9. While criminal behavior is an expression of general needs and values, it is not explained by those general needs and values, since noncriminal behavior in an expression of the same needs and values. Bwalaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan nilai nilai umum, tingkah laku criminal itu tiodak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut. Pencuri took mencuri untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Motif-motif (frustasi, nafsu untuk mengumpulkan harata serta setatus social, konsep diri yang rendah dan semacamnya) menjelaskan baik tingkah laku criminal maupun non criminal.
Differential association dari shuterland identik dengan teory learning atau teori pembelajaran.
Tiga prinsip menurut teory learning (teori belajar)[8] yaitu:
1. Tingkah laku criminal itu dipelajari
2. Criminal dipelajari dari komunitas grup kecil (geng sekolah contohnya)
3. Face to face ( secara bertatap muka)
Pesan-pesan dari teory ini adalah jika kita menjadi orang tua dari anak kita maka kita harus tau persis siapa temen-temen anak kita.
Learning to commit crime[9]:
1. Dari orang yang lebih tua dari komunitas
2. Dari teman sebaya
3. Berasal dari lembaga koreksional( lembaga tahanan)
4. Kultur umum/ atau polpa pikir umum contoh : “bahwa segala sesuatu yang ingin kita capai boleh-boleh saja dilakukan dengan cara illegal”
Penyimpangan bersumber pada differential association (pergaulan yang berbeda).Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya.Peran pekerja seks dapat dipelajari melalui pergaulan intim dengan penyimpang yang sudah berpengalaman[10]
Teori Differential Association Teori ini memandang perilaku menyimpang terjadi karena pengaruh lingkungan. Misalnya korupsi dipandang sebagai sebuah kebiassan dalam sebuah institusi, maka perilaku menyimpang berupa korupsi adalah kegiatan yang lumrah yang dilakukan oleh birokrat.[11]
Kesimpulan yang bisa diambil dari teori defferential association adalah bahwa kesembilan postulat yang dipaparkan tersebut di atas berintikan pokok-pokok sebagai berikut [12]:
1. Perbedaan asosiasi cenderung membentuk perbedaan kepribadian manusia yang berbeda dalam pergaulan kelompok.
2. Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum adalah karena individu yang bersangkutan menyetujui pola perilaku yang melanggar hukum, dibanding dari pola perilaku lain yang normal.
3. sikap menyetujui atau memilih salah satu pola perilaku tertentu dalam asosiasi yang berbeda adalah melalui proses belajar dari pergaulan yang paling intim melalui komunikasi langsung yang berhubungan dengan sering, lama, mesra, dan prioritas pada pola perilaku kelompok atau individu yang diidentifikasikan menjadi perilaku miliknya.
KESIMPULAN
Secara keseluruhan dapat kami tarik kesimpulan bahwa diantara factor yang bisa menimbulkan kejahatan:
1. lingkungan komunitas atau gang yang menyimpang
2. kurang kasih saying dan perhatian orang tua
3. kurang mempunyai landasan atau nilai-nilai agama
4. kurang berpendidikan
5. lembaga koreksional (contoh lembaga tahanan)
6. tindakan-tindakan penyangkalan terhadap apa yang sudah dilakukan.
Oleh karena itu maka diperlukan tindakan-tindakan positif dan pencegahan terhadap hal-hal yang disebut di atas yaitu:
1. Jangan sampai membiarakan anak kita jika kita menjadi orang tua lepas dari pemantauan kita sebagai orang tua,
2. ketahui siapa temen bermain anak kita, jauhkan anak kita dari bergaul dengan komunitas yang menyimpang oleh karena bisa menyebabkan anak kita mempelajari nilai-nilai menyimpang tersebut.
3. perkuatlah atau didiklah dengan menyekolahkannya di sekolah dan jangan sampai lupa kita masih mempunyai keweajiban untuk memantau proses perkembangan anak kita di sekolah,
4. berusahalah untuk memupuk nilai-nilai ketaqwaan anak kita.
5. Jika anak kita melihat tindakan menyimpang (contoh: parade motor ketika atau sehabis nonton persib para bobotoh, atau pawai dan curat-coret pada pakean ketika para siswa menjelang kelulusan) segeralah ambil tindakan penetralan supaya bila nanti tumbuh dewasa pola pikir perkembangan hal seperti itu tidak anak kita contoh.


[1] Novalina Kristiani Manurung, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) terhadap amak Pemakai arkoba di kota medan), tesis, USU, 2009. Hlm 57
[2] Topo santoso, S.H, MH. Dan Eva Achjani Zulfa, S.H. Kriminologi. Jakarta. Rajawali Press. 2001. Hlm 37
[3] Topo santoso, S.H, MH. Dan Eva Achjani Zulfa, S.H. Kriminologi. Jakarta. Rajawali Press. 2001. Hlm 90
[4] Dari perkuliahan tanggal 28-April 2010
[5] Ibid . Hlm 74
[7] Topo santoso, S.H, MH. Dan Eva Achjani Zulfa, S.H. Kriminologi. Jakarta. Rajawali Press. 2001. Hlm 75
[8] Dari perkuliahan tanggal 28-April 2010
[9] ibid
[11] http://wewenefendi.multiply.com/journal/item/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar