Serangkaian Berita Yang Di Kumpilkan Mengenai Pelanggaran Kode Etik


PELANGGARAN KODE ETIK 1
Rabu, 7 Januari 2009 | 21:01 WIB
SITUSA MAJAPAHIT TERANCAM MENGALAMI KERUSAKAN
Kondisi situs purbakala berupa sisa-sisa fondasi dari bata merah, konstruksi sumur kuno dan terakota dari bekas ibu kota Majapahit rusak karena penggalian tanah untuk pembuatan fondasi beton dan tembok proyek pembangunan Pusat Informasi Majapahit di Kompleks Museum Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Senin (29/12). Bangunan di latar belakang adalah gedung museum purbakala yang ada saat ini.
Menyikapi kasus pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Trowulan, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Barat melakukan pemanggilan terhadap Baskoro Tedjo. Dosen Institut Teknologi Bandung ini adalah arsitek yang menangani pembangunan PIM.
Ketua IAI Jabar Pon S Purajatnika, Rabu (7/1), mengatakan, pemanggilan itu sebatas klarifikasi. Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah anggota Dewan Kehormatan IAI Jabar. Namun, ia belum mau menyebutkan detail hasil klarifikasi ini.
Menurutnya, kasus ini harus disikapi secara bijaksana. Ia mengakui, dalam beberpa kasus, arsitek kerap berada pada posisi tawar yang lebih rendah dari pemilik proyek.
"Janganlah lantas seseorang dijadikan sasaran kambing hitam. Dalam kasus ini, Mas Bas (Baskoro Tedjo) kan hanya menangani secuil dari master plan yang ada. Yang perlu ditelusuri adalah siapa pembuat masterplan itu? Jangan ada kesan mengarah ke seseorang," ujarnya.
Kalau memang arsitek tersebut terbukti melanggar kode etik arsitek, jelas Pon, sanksi dapat berupa teguran hingga pencabutan lisensi. Proses klarifikasi terhadap Baskoro akan terus berlangsung.
Baskoro selama ini dikenal sebagai arsitek yang cukup concern terhadap desain arsitektur hijau. Karya-karyanya antara lain Kompleks Pemakaman Bung Karno, Student Center ITB, dan Gedung Galeri Selasar Sunaryo.(Yulvianus Harjono )
Sumber :
Komentar :
Dalam kasus ini tergambarkan bahwa kecerobohan dari seorang arsitek yang berakibat rusaknya situs budaya dan purbakala Majapahit, arsitek yang seharusnya sebagai warga Negara yang sadar akan panggilan, pemeliharaan,pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan, yang berusaha dalam batas kemampuannya maka arsitek mengabdikan pengetahuan dan kecakapannya dengan cara-cara, pemikiran-pemikiran, dan pendekatan yang fositif ilmiah dan sesuai dengan hakikat kemanusiaan dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tuhan yangf maha esa, umat manusia, nusa, bangsa dan diri pribadi.
Oleh karena itu maka sudah seharusnya seorang arsitek bisa dan konsekwen cermat dan teliti dalam menjaga dan memelihara monument kebudayaan
Sebagai seorang pelaku profesi sebagai arsitek dalam kasus diatan maka telah melanggar dua hal dan menyimpang dari kode otik profesi, yaitu;
1. Keharusan untuk menjalankan profesinya secara bertanggung jawab dan
2. Keharusan untuk tidak melanggar hak-hak orang rain.
PELANGGARAN KODE ETIK 2
BANKIR BUSUK SUDAH LARI Rabu, 31 Maret 1999
* Menkeu Belum Ajukan Pencegahan
Jakarta, Kompas
Pengamat ekonomi Rizal Ramli menyatakan, sikap pemerintah yang maju mundur dalam mengumumkan pencekalan para bankir yang masuk daftar orang tercela (DOT) telah memberi kesempatan pentolan-pentolan bankir busuk melarikan diri ke luar negeri. Saat ini, yang masih ada di Indonesia justru hanya bankir yang baik-baik.
Berbicara usai Seminar "Penerapan Etika Bisnis di Dalam Industri Perbankan Indonesia", Selasa (30/3) di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Jakarta, Rizal yang juga Direktur Econit Advisory Group menegaskan, sebagian besar bankir bermasalah saat ini sudah berada di luar negeri.
"Yang masih berada di dalam negeri barangkali justru bankir yang baik-baik. Kasus Hendra Rahardja (pemilik Bank Harapan Sentosa/BHS yang kabur ke luar negeri) kembali terulang," kata Rizal, seraya menambahkan, pemerintah harus meminta bantuan interpol untuk membawa kembali para bankir busuk itu.
Pada tahun 1997, Hendra Rahardja yang juga kakak kandung Eddy Tansil, dibiarkan kabur ke luar negeri melalui Singapura. Hendra adalah pemilik saham mayoritas di BHS dan Bank Guna International, keduanya dilikuidasi tahun 1997. Sampai kini, pemerintah tidak tahu di mana Hendra berada, dan kasusnya pun tidak pernah ditindaklanjuti.
Menunggu Menkeu
Menteri Kehakiman Muladi menjawab pers di Jakarta Selasa menegaskan, para bankir bank beku kegiatan usaha (BBKU) atau yang dilikuidasi, sampai sejauh ini masih dapat bebas bepergian ke luar negeri. Hal ini karena Menteri Keuangan Bambang Subianto sampai Selasa siang masih belum mengajukan permohonan pencegahan ke Departemen Kehakiman c/q Direktur Jenderal Imigrasi.
"Belum ada. Menkeu belum mengajukan permohonan pencegahan ke Depkeh," tegas Muladi.
Artinya, para bankir itu masih dapat pergi ke luar negeri karena tidak dicegah? tanya pers. "Kalau tidak ada permintaan cegah dari Menkeu, para bankir itu masih dapat pergi ke luar negeri," jawab Menkeh.
Sementara itu, Direktur Bank Indonesia, Subarjo Joyosumarto dalam keterangan tertulisnya, Selasa, mengemukakan, daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan atau pengurus bank yang selama ini dikenal dengan DOT berbeda dengan daftar orang-orang yang dicegah bepergian ke luar negeri.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Swasta Nasional (Perbanas) Gunarni Soeworo kepada pers di Jakarta menyatakan keberatannya jika nama bankir yang masuk DOT diumumkan. Alasan Gunarni, hal itu melanggar asas praduga tak bersalah. "Perbanas tidak setuju jika DOT diumumkan secara luas, karena belum ada keputusan pengadilan yang menyatakan mereka bersalah dan telah melakukan tindak kriminal. Itu melanggar asas praduga tak bersalah. Jika DOT digunakan untuk keperluan intern, sebagai referensi pemerintah untuk mengambil kebijakan tanpa perlu diumumkan, kami tidak berkeberatan," katanya. (bw/cc/ppg)
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://www.mail-archive.com/permias@listserv.syr.edu/msg02367.html
komentar :
jelas apa yang telah dilakukan oleh Hendra Rahardja sebagai pelaku seorang bankir busuk yang melanggar etika sebagai seorang bankir, Hendra Rahardja tidak memiliki integritas pribadi sebagai seorang bankir dan tidak memiliki tanggung jawab sosial tinggi sebagai seorang bankir.
Apa yang telah dilakukan oleh Hendra Rahardja tidak sesuai dengan norma-norma tingkahlaku yang ditetapkan oleh Institut Bankir Indonesia yang terangkum dalam sembilan prinsip Kode Etik Bankir Indonesia sebagai berikut:
1. Seorang bankir patuh dan taat kepada ketentuan undang-undang dan peraturan yang berlaku;
2. Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan banknya;
3. Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat;
4. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi;
5. Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal terdapat pertentangan kepentingan;
6. Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya;
7. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yangditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan;
8. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun keluarganya;
9. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya:
Jelas terlihat bahwa Hendra Rahardja sebagai seorang bankir telah meyimpang dari ketentuan kode etik profesi seorang bankir yang seharusnya dilakukan bagi seorang bankir, integritas dan kejujuran yang dimiliki merupakan syarat yang tidak diragukan lagi bagi serang bankir dan itu wajib dimiliki
Sebagai seorang pelaku profesi sebagai bankir Hendra Rahardja telah melanggar dua hal dan menyimpang dari kode otik profesi, yaitu;
3. Keharusan untuk menjalankan profesinya secara bertanggung jawab dan
4. Keharusan untuk tidak melanggar hak-hak orang rain.
Sedang yang yang dilakukan Hendra Rahardja sendiri jauh dari pernyataan yang dua diatas yang mana Hendra Rahardja sebagai bankir sama sekali tidak bertanggung jawab dengan melarikan uang nasabah (melanggar hak-hak orang lain) dan kabur ke luar negeri
PELANGGARAN KODE ETIK 3
Radar Bali [ Kamis, 30 April 2009 ]
GURU CABUL TERANCAM DIPECAT
DUNIA pendidikan Badung sedang ternoda. Ini terkait ulah bejat guru cabul, I Nyoman Tunas, yang menggagahi siswinya sendiri. Pasca mencuatnya kabar tak sedap tersebut, oknum guru Fisika SMPN 4 Mengwi ini terancam dipecat.

Desakan pemecatan guru cabul ini mencuat dari Komisi D DPRD Badung, yang menaungi masalah pendidikan. Ketua Komisi D, I Ketut Budiasa mengatakan, ulah guru cabul tersebut sudah tidak bisa ditolelir lagi. Lantaran telah melanggar aturan moral berat. "Kasus ini sangat memalukan, guru itu harus dipecat," kata Budiasa, Rabu siang kemarin.

Selain itu, politisi yang juga mantan guru ini mendesak pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) tidak membela bawahanya yang melakukan kesalahan fatal. "Guru itukan seharusnya memberi contoh yang baik, bukan malah merusak anak didiknya," lanjut Budiasa dengan nada geram.

Bahkan, lanjut Budiasa, kejadian memalukan itu bukan sekedar menjadi tanggung jawab sang guru semata. Melainkan menjadi tanggung jawab banyak pihak. Termasuk pula Kepala Sekolah, dan pihak Disdikpora. "Kejadian memalukan ini menujukan lemahnya pengawasan dan pembinaan dari Disdikpora terhadap guru. Jadi Disdikpora juga harus ikut bertanggung jawab," imbuh Budiasa.

Lain Komisi D, lain pula Disdikpora Badung dalam menyikapi kasus pelanggaran etika moral seorang guru ini. Bahkan, Disdikpora cenderung melemah, alias belum berani mengambil sikap tegas. Meski jelas-jelas kasus pelecehan seksual ini telah menggelinding keranah hukum, dan ditangani Polres Tabanan, selaku wilayah kejadian perkara. Namun Disdikpora Badung memilih menunggu proses hukum yang berlaku.

"Saya juga baru tahu tadi (kemarin, Red) setelah membaca koran. Masih saya cek dulu kebenarannya," kata Kadisdikpora Badung, Tjok Raka Darmawan, siang kemarin. Lantas, apa sanksi yang disiapkan? Ditanya demikian, mantan Kabag Hukum tidak mau berandai-andai soal sanksi. Dengan alasan masih menerapkan azas praduga tak bersalah.

"Kami harus mengedepankan azas praduga tak bersalah dulu. Kalau nanti terbukti bersalah, pasti akan kami jatuhkan sanksi," jelas Raka Darmawan, sembari mengelak disebut membela bawahanya. Sayangnya, Kepala SMPN 4 Mengwi, I Putu Sukastawa belum bisa dikonfirmasi terkait ulah bejat bawahanya. Berulang kali dihubungi, ponselnya mail box. (cas)
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=84921
halaman lain
tanggal 26/11/2010 jam 13:20
Komentar :
Sungguh ironis apa yang sudah terjadi sekarang kepada tingkah laku etika seorang pendidik yang bejat dan tidak bermoral, tindakan diatas selain bisa dituntut secara hukum pidana tindakan tersebut sudah sangat melanggar kode etik guru indonesia, yang sangat jalas adalah perbuatan tersebut sudah melanggar dua hal, yaitu:
  1. Guru tersebut tidak menjalankan apa yang memang seharusnya dia lakukan sebagai seorang guru secara bertanggung jawab;
  2. Guru tersebut diatas sangat jelas telah melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain.
Guru bejat diatas tersebut jauh dari dasar-dasar kode etik guru indonesia seperti salah satu diantaranya:
  1. seorang guru berbakti membingbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila
  2. guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
  3. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
  4. dan seterusnya
bukan hanya melanggar kode etik sebagai seorang guru tapi juga ia melanggar ikrar guru indonesia, disamping itu juga ia telah melanggar ketentuan hukum pidana.
PELANGGARAN KODE ETIK 4
PENYIDIKAN KASUS SUAP TAK PERLU TUNGGU HASIL MAJELIS KODE ETIK
Kompas - Selasa, 30 April 2002
Jakarta, Kompas - Penyidikan terhadap tindak pidana penyuapan terhadap saksi yang diduga dilakukan pengacara, tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan dari Majelis Kehormatan Kode Etik. Polisi mempunyai kewenangan untuk memeriksa seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, termasuk penyuapan, apalagi di depan hukum tidak ada beda antara pengacara atau masyarakat biasa. Demikian dikemukakan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga kepada Kompas di Jakarta, Senin (29/4). "Makin cepat polisi bergerak memeriksa pengacara yang diduga melakukan penyuapan, akan menunjukkan adanya kesamaan di depan hukum. Hakim yang diduga menerima suap juga diperiksa polisi tanpa menunggu pemeriksaan kode etik," tandasnya.
Senada dengan sosiolog hukum Prof Dr Satjipto Rahardjo (Kompas 29/4), Benjamin memprihatinkan perilaku sebagian pengacara yang cenderung "menghalalkan semua cara" untuk memenangkan atau membebaskan kliennya. Karena itu, kalau ada pengacara yang disangka melakukan tindak pidana, penyidikan oleh kepolisian dapat dilakukan segera, bersamaan dengan pemeriksaan yang dilakukan majelis kehormatan kode etik oleh organisasi pengacara yang bersangkutan. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yusril Ihza Mahendra pun menegaskan, penyidikan oleh kepolisian terhadap advokat yang diduga melakukan tindak pidana tidak harus menunggu hasil pemeriksaan majelis kode etik. Tetapi, kalau seorang advokat sudah dinyatakan sebagai tersangka suatu tindak pidana, bukan berarti izin praktiknya bisa langsung dicabut.
"Pemeriksaan itu dapat berjalan bersamaan. Tetapi, Menkeh dan HAM yang menerbitkan surat izin untuk advokat tidak bisa begitu saja mencabutnya. Harus ada rekomendasi dari Mahkamah Agung (MA), apakah izin advokat tersebut perlu dicabut atau dicabut sementara," papar Yusril. Seperti diberitakan, Elza Syarief-pengacara Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto-diduga menyuap tiga saksi dalam perkara yang menyangkut anak mantan Presiden Soeharto itu sehingga mereka mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya akan memeriksa Elza, tetapi sejumlah pengacara, termasuk Dr Adnan Buyung Nasution meminta agar pemeriksaan dilakukan setelah ada hasil pemeriksaan dari Majelis Kehormatan Kode Etik yang segera dibentuk. Meski demikian, sejumlah pengacara lain tidak mendukung permintaan ini. (Kompas 27/4)
Benjamin mengingatkan, pemeriksaan oleh Majelis Kehor-matan Kode Etik bukan untuk menemukan adanya tindak pidana oleh seorang pengacara, melainkan untuk melihat pelanggaran etika. Hasil pemeriksaan majelis kode etik memang bisa mendukung penyidikan kepolisian, tetapi bukan menjadi bukti.
Tidak melarang
Dihubungi terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Internasional dari Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung, Prof Dr Romli Atmasasmita, di Jakarta mengemukakan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak melarang polisi menangkap, menahan, atau memeriksa seorang saksi yang mencabut keterangannya dalam BAP di persidangan karena disangka menerima suap. Bahkan, langkah polisi menangkap saksi yang diduga menerima suap atau memeriksa pengacara yang diduga mememberikan suap harus didukung untuk mencegah upaya pembelokan kebenaran suatu kasus dengan cara menyuap saksi. Karena itu, ia berharap polisi segera bertindak memeriksa orang yang disangka menyuap saksi tersebut. "Saya mendukung upaya polisi menangkap, menahan, dan memeriksa saksi yang diduga menerima suap. Kalau saksi bisa disuap sehingga mau mencabut keterangan dalam BAP ini dibiarkan, bisa-bisa banyak perkara korupsi maupun perkara besar lainnya kandas di pengadilan, terdakwa bebas, karena saksi mencabut BAP," tandas Romli.
Romli pun mengakui, dari kasus Tommy Soeharto-yang diwarnai dengan banyaknya saksi mencabut keterangannya dalam BAP-polisi juga harus lebih profesional sehingga tidak perlu melakukan kekerasan atau pemaksaan dalam memeriksa saksi. Pemeriksaan saksi yang diwarnai pemaksaan bisa menjadi titik lemah kepolisian karena saksi jadi punya alasan mencabut keterangan dalam BAP saat dia diperiksa di persidangan. (tra)
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://www.transparansi.or.id/berita/berita-april2002/berita_300402.html
komentar :
inti dari kasus diatas adalah penyuapan yang dilakukan oleh seorang pengacara terhadap saksi “pengacara Elza Syarief-pengacara Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto-diduga menyuap tiga saksi dalam perkara yang menyangkut anak mantan Presiden Soeharto itu sehingga mereka mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP)” tindakan pengacara ini bukan hanya melanggar etika juga melanggar ketentuan dalam KUHP.
Didalam kode etik advokat indonesia tertera jelas pada bagian IV (empat) pasal 4 poin 4.4 dikatakan bahwa advokat tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk mendengan mereka dalam perkara yang bersangkutan.
Disini yang telah dilakukan oleh Elza Syarief bukan hanya menghubungi saksi-saksi tetapi juga merayu dan menyuap para saksi, dan ini sudah sangat jelas sangat melanggar etika sebagai advokat, bukan hanya itu apa yang sudah dilakukan oleh Elza Syarief sudah melanggar tri darma profesi: kebenarann keadilan,dan kemanusiaan dan juga telah melanggar doktrin ikatan penasehat hukum indonesia yaitu “ BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ADALAH SEMANGAT DAN JIWA JUANG ANGGOTA IKATAN PENASEHAT HUKUM INDONESIA DIDALAM MENEGAKAN KEADILAN, KEBENARAN, DAN KEMANUSIAAN, SERTA BERSIKAF JUJUR DAN GIGIH MENGHADAPI PERJUANGAN BERDASARKAN KEYAKINAN HUKUM”. Dindakan penyuapan adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum dan keadilan, disini jelas apa yang sudah dilakukan oleh Elza Syarief adalah tindakan melanggar etika sekaligus perbuatan pidana.
PELANGGARAN KODE ETIK 5
KASUS ABORSI BUKTI ETIKA DOKTER SEMAKIN PUDAR

GloriaNet
: Sosiolog Fisip Unair Dr Hotman M Siahaan berpendapat kasus dokter aborsi di Surabaya dan Sidoarjo yang dibongkar Polda Jatim membuktikan nilai etika di kalangan dokter dan sebagian masyarakat semakin "cair" (pudar).

"Kalau masyarakat dinilai sudah berubah, saya kira nggak, soalnya praktik aborsi 'kan sudah ada dari dulu. Tapi, nilai-nilai dalam diri dokter dan orang yang melakukan aborsi itu tampaknya semakin cair," katanya kepada Antara, sebagaimana dikutip Satunet.
Alumnus UGM Yogyakarta itu mengemukakan hal tersebut di sela-sela seminar sehari bertajuk "Strategi Peningkatan Daya Saing Perusahaan Melalui Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM)" yang diadakan Institut SDM Indonesia (SDMI) dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Menurut Hotman yang juga Dekan Fisip Unair Surabaya itu, nilai yang semakin cair dalam diri dokter aborsi adalah yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran kode etik. Dan pelanggaran etik itu telah berlangsung cukup lama tanpa ada yang mengetahui.
"Artinya pelanggaran etik semakin ditolerir oleh mereka yang terlibat dalam praktik aborsi itu," kata pria kelahiran Balige, Sumatera Utara, 50 tahun lalu dan ayah tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Jocye Cicilia Rorimpandey (Direktur Lembaga Studi Perubahan Sosial atau LSPS) itu.
Berdasarkan data di Ditserse Polda Jatim bahwa kasus dokter aborsi itu melibatkan lima tersangka, yakni Wiwik Suliyani BA (guru biologi sebuah SMPN di Sidoarjo) dan Lusiana (menantu Wiwik) dari perumahan Graha Kuncara Eksekutif Blok AH/1 Sidoarjo yang menangani kasus aborsi dengan usia kandungan di atas tiga bulan.
Tiga tersangka lainnya, yakni dr Achdyat Premedi (dokter umum), Retnowati (suster), dan Suhari (sopir/perantara) dari Jalan Cipunegara 28, Surabaya yang menangani kasus aborsi dengan usia kandungan di bawah tiga bulan.
Modus operandi yang dilakukan Wiwik adalah memberi pil cytotec atau arthrotec kepada pasien selama 12 jam dengan interval 1-2 jam sekali. Kemudian pasien akan merasa sakit perut dan orok dikeluarkan.
Sedangkan modus dr Achdyat Premedi dengan memeriksa kondisi pasien, membius, memijat perut pasien, dan akhirnya pasien diberi resep dan dianjurkan periksa kembali setelah lima hari berikutnya. (GCM/*)
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://www.glorianet.org/arsip/b05032.html
komentar :
kasus yang dilakukan oleh seorang dokter yang melakukan aborsi terhada psyennya jelas merupakan pelanggarann kode etik kedokteran indonesia sebagaimana tertera dalam kode etik dokter indonesia bahwa kewajiban dokter terhadap penderita pada pasal 10 Kode Etik Dokter indonesia dikatakan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi makhluk hidup insani. Jadi segala perbuatan dokter terhadap penderita bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiannya. Dengan sendirinya ia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia. Seorang dokter harus slalu berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makluk insani, berarti baik menurut hukum agama dan undang-undang negara maupun menurut etik kedokteran seorang dokter tidak diperbolehkan:
  1. menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
  2. mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia)
sudah banyak buah pikiran dan pendapat tentang abortus provocatus, pada umunya setiap negara mempunyai undang-undang yang melarang memprovokasi abortus, tetapi larangan itu tidak mutlak sifatnya. Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus the rapeuticus). Indikasi medik ini dapat berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi, tuberkulosis, dan sebagainya tidak lagi dijadikan indikasi untuk melakukan abortus.
Sebaliknya ada pula pendirian yang membenarkan indikasi sosial, humaniter, dan eugenetika, seperti misalnya di Swedia dan Swiss yang bukan semata-mata untuk menolong ibu melainkan juga dengan pertimbangan demi keselamatan anak, baik jasmaniyah, maupun rohaniyah.
Keputusan untuk melakukan abortus provocatus the rapeuticus harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan dan suaminya atau keluarganya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana.
Malpraktik medik adalah kelalaian (negligence) seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati kliennya. Sedangkan kelalaian sendiri adalah sikap kurang hati-hati atau melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik (standar profesi) atau melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan. Profesi merupakan suatu moral community yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Suatu tindakan yang dilakukan bisa karena ketidaktahuan atau demi material

PELANGGARAN KODE ETIK 6

DR KOLMAN SARAGIH LANGGAR KODE ETIK DOKTER·

Februari 10, 2009 Sebut Ketua DPRD Sumut Aziz Angkat Meninggal Akibat Penyakit Jantung– MEDAN, MANDIRI
Tim Majelis Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) Cabang Medan telah melayangkan surat panggilan kepada Dr Kolman Saragih Sps, yang diduga telah melanggar kode etik kedokteran, terkait pernyataannya tentang penyebab kematian Ketua DPRD Sumut Drs H Abdul Aziz Angkat, dalam insiden demo anarkis Protap beberapa waktu lalu.
“Hari ini surat panggilan sudah kita kirim ke RSU Gleni karena yang bersangkutan bekerja di sana. Untuk penyidangan meminta klarifikasi dari yang bersangkutan, akan kita lakukan Rabu (11/2) besok,” ujar Ketua IDI Medan dr Nur Rasyid Lubis didampingi Sekretaris IDI Medan dr Ramlam Sitompul kepada wartawan di kantor IDI Medan, Jalan Ibus Raya Medan, Senin (9/2).
Menurut Nur Rasyid, pemanggilan dr Kolman Saragih bertujuan untuk meminta klarifikasi berkaitan pernyataan yang mengatakan penyebab kematian almarhum politis Partai Golkar itu, akibat menderita penyakit jantung.
Padahal lanjutnya, berdasarkan peraturan kode etik keprofesian, seseorang tidak boleh menyatakan penyebab kematian secara pasti sebelum diperiksa lebih lanjut, yakni melakukan otopsi secara menyeluruh dan dengan bukti-bukti yang lengkap.
“Kalau kasus ini, dia kan menyatakan kalau kematian korban karena penyakit jantung. Inilah yang dianggap salah dan atas pernyataan itu bisa menjadi pegangan masyarakat. Padahal kan belum benar kepastiannya,” jelasnya.
Selain itu, ungkap Nur Rasyid, di dalam peraturan juga disebutkan, seorang dokter hanya boleh mengatakan dan menjelaskan hasil pemeriksaan sesuai kompetensi profesi masing-masing, hingga tidak boleh memberikan pendapat meskipun di bawah tekanan.
“Yang bersangkutan bukan dokter ahli jantung, dan belum tentu juga orang yang menderita penyakit jantung meninggal karena penyakitnya tersebut,” katanya.
Untuk itulah, tambahnya, kasus pelanggaran yang baru pertama sekali terjadi di Medan, maka MKEK memanggil dr Kolman Saragih secara internal dan jika diketahui melakukan pelanggaran secara disengaja, akan diberikan sanksi berupa peringatan.
“Bisa saja kasus ini karena ketidakpedulian tentang kode etik kedokteran. Jadi, sanksi yang akan diberikan terlebih dahulu peringatan ringan dan jika masih dilakukan kasus yang sama, maka akan dicabut kompetensinya sebagai dokter syaraf,” tandasnya.
Ia juga menjelaskan, untuk melakukan otopsi/pemeriksaan dalam dan luar kepada pasien guna mengetahui penyebab kematian, harus terlebih dahulu sesuai permintaan dari pihak penyidik secara tertulis.
Selain itu, yang hanya boleh melakukan otopsi di tiga RS di Medan, yakni RSU Pirngadi, RSU Adam Malik dan RSU Rumkit Polda Sumut karena ada ahli forensiknya.
“Kalau visum luar, RS yang lain boleh melakukannya,” imbuhnya seraya menambahkan, selama tahun 2008 telah ditemukan 5 kasus pelanggaran dan 9 kasus di tahun 2009 yang dilakukan anggota berkaitan dengan pelanggaran etika dan kepuasaan pasien.
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://harianmandiri.wordpress.com/2009/02/10/dr-kolman-saragih-langgar-kode-etik-dokter/
berita yang serupa terdapat di:
komentar :
Dr Kolman Saragih Sps adalah dokter syaraf ia mengumumkan penyebab kematian Ketua DPRD Sumut Drs H Abdul Aziz, dalam hal ini apa yang sudah dilakukan Dr Kolman Saragih Sps yang mengumumkan kematian abdul Azis karena penyakit jantung yang memang kebenarannya belum bisa dibuktikan mengingat Dr Kolman Saragih Sps adalah dokter syaraf, mengingat kode etik kedokteran indonesia menyatakan pada pasal 6 diuraikan setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya. Dan pasal 7 menguraikan bahawa” seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat di buktikan kebenarannya” dan juga Dr Kolman Saragih Sps melanggar pasal 13 kode etik kedokteran yaitu”setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”.

PELANGGARAN KODE ETIK 7

IDI Siap Bentuk Tim Mengusut Pelanggaran Kode Etik Kedokteran
Kematian Mahasiswa UNAS:
[24/6/08]
Dokter tak dapat dibenarkan membuka informasi kesehatan pasien ke publik tanpa persetujuan keluarga.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesoia (PB IDI) siap membentuk tim guna mengusut kemungkinan pelanggaran kode etik kedokteran dalam kasus kematian Maftuh Fauzi, mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) Pejaten Jakarta Selatan. “Bila diperlukan, IDI akan memprakarsai dibentuknya tim tertentu,” kata Fahmi Idris, Ketua Umum PB IDI.
Dijelaskan Fahmi, PB IDI segera menggelar rapat untuk menindaklanjuti pengaduan mahasiswa UNAS. Senin (23/6) kemarin, sejumlah perwakilan mahasiswa didampingi pengacara publik dari LBH Jakarta mendatangi kantor PB IDI di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Mahasiswa meminta IDI memeriksa dokter dan tenaga kesehatan yang telah mempublikasikan sebab kematian Fauzi karena HIV/AIDS.
Selain PB IDI, Departemen Kesehatan juga sudah memanggil pimpinan-pimpinan rumah sakit yang ikut menangani Fauzi dan mahasiswa UNAS korban bentrokan Sabtu pagi 24 Mei lalu. Sejumlah korban bentrokan pada awalnya dibawa ke RS Pasar Rebo, termasuk Fauzi. Dari sini, Fauzi dirujuk ke RS UKI Cawang, kemudian dirujuk lagi ke RS Pusat Pertamina (RSPP). Di rumah sakit inilah Fauzi menghembuskan nafas terakhir. Dokter yang menangani mengumumkan bahwa Fauzi meninggal karena terinfeksi HIV. “Kami minta PB IDI memeriksa dokter-dokter yang menangani Fauzi,” ujar Arton, juru bicara Solidaritas Mahasiswa UNAS.
Fahmi Idris menyatakan PB IDI belum biasa berbuat banyak merespon desakan mahasiswa. Cuma, PB IDI bisa memprakarsai pembentukan tim beranggotakan PB IDI, Komnas HAM, perwakilan UNAS, dan pihak RSPP. Meskipun masih sebatas rencana mengumpulkan pengurus IDI, Fahmi dengan tegas mengingatkan para dokter untuk taat pada sumpah dokter. “Seluruh dokter terikat sumpah untuk tidak menggunakan pertimbangan ras, politik, dan lain-lain dalam menangani pasien,” ujarnya.
Ia juga mengecam petugas kesehatan yang membuka rahasia catatan medis pasien tanpa persetujuan pasien atau keluarganya. Dalam konteks kematian Fauzi, Fahmi akan menunggu hasil sidang kode etik kedokteran untuk memastikan apakah ada alasan pemaaf dan alasan pembenar catatan medis Fauzi, khususnya yang menyebutkan kematiannya karena infeksi HIV, dibuka ke publik. ”Selama tidak ada faktor pembenar dan faktor pemaaf, sampai mati pun mereka (tenaga kesehatan-red) tidak dapat membuka rahasia pasiennya,” kata Fahmi dengan nada datar.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menandaskan bahwa setiap dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran hanya bisa dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, permintaan pasien sendiri, memenuhi permintaan aparat penegak hukum, atau karena alasan peraturan perundang-undangan. Bahkan pasal 51 mewajibkan dokter merahasiakan segala sesuatu yang dia ketahui tentang pasien hingga pasien meninggal dunia. Rumusan yang sama termuat pada pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Mahasiswa UNAS memang masih meragukan simpulan dokter RSPP mengenai penyebab kematian Fauzi. Arton, juru bicara mahasiswa UNAS yang menemui PB IDI kemarin, mengatakan bahwa saat di RS UKI ada rekam medis yang menyebutkan Fauzi mengalami trauma di kepala. Tetapi setelah di RSPP, penyebab kematian Fauzi bukan karena luka di kepala, melainkan infeksi sistemik termasuk HIV, yang menyebabkan gagal jantung (cardio raspiratory failure). Seorang rekan almarhum Fauzi yang ikut datang ke PB IDI juga meragukan simpulan dokter RSPP. “Sewaktu masih hidup tak ada tanda-tanda penyakit AIDS kronis. Ketika penyerbuan, dia segar bugar,” ujarnya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adnan Pandupraja meminta semua pihak menahan diri guna menghindari munculnya analisis yang spekulatif. Paling tidak, sambil menunggu hasil otopsi yang dilakukan tim forensik Universitas Diponegoro dan Universitas Jenderal Soedirman. Komisi Kepolisian pun akan berkoordinasi dengan Komnas HAM dan Polres Jakarta Selatan untuk menindaklanjuti masalah ini.
Berkaitan dengan aksi penyerangan ke kampus UNAS, di depan Komisi III DPR 12 Juni lalu Kapolri Jenderal Sutanto menjelaskan Propam Polda Metro Jaya telah memeriksa 123 anggota Polri. Dari jumlah itu, 17 anggota polisi dinyatakan melanggar Protap dan telah dikenakan hukuman disiplin. Ke-17 anggota polisi itu dinyatakan melanggar pasal 4 huruf l Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. (M-4/Nov)
Sumber :
website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19549&cl=Berita
Komentar :
Di kasus ini dapat di tarik kesimpulan bahwa dokter yang menangani penyebab dari kematian mahasiswa UNAS terlalu gegabah dalam bertindak, untuk lebih jelasnya, Dokter yang menangani mahasiswa UNAS tersebut mengumumkan kepada publik bahwa Fauzi meninggal karena terinfeksi HIV dengan sengajamembuka rahasia catatan medis pasien tanpa persetujuan pasien atau keluarganya karena Selama tidak ada faktor pembenar dan faktor pemaaf, sampai mati pun mereka (tenaga kesehatan-red) tidak dapat membuka rahasia pasiennya. Rahasia kedokteran hanya bisa dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, permintaan pasien sendiri, memenuhi permintaan aparat penegak hukum, atau karena alasan peraturan perundang-undangan. Ini jelas melanggar kode etik kedokteran indonesia pasal 13 diuraikan bahwa “setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia” dan ini jelas sudah melanggar kode etik kedokteran.

PELANGGARAN KODE ETIK 8

PENGACARA REBUTAN TERSANGKA PROTAP
Sabtu, 7 Maret 2009
MEDAN-Dua kubu kuasa hukum tersangka demo anarkis pendukung Protap rebutan klien. Akibatnya, dua kubu masing-masing tim Advokasi TATAP dari Jakarta dan Kantor Pengacara Marthin Simangungsong SH, Mhum dari Medan Jakarta terlibat konflik.

”Dalam kasus Protap ini, sudah jelas Tim Advokasi TATAP yang katanya dari Jakarta melanggar kode etik advokat. Bagaiamana tidak mereka seenaknya saja mengklaim klien kami sebagai klien mereka. Padahal mereka itu tidak tahu duduk perkara kasus Protap,” kata Marthin Simangungsong SH, Mhum kepada Sumut Pos, Jumat (6/3).

Menurut Marthin, tim advokasi TATAP dari Jakarta memang tidak mengutip bayaran dari kliennya, tapi tim advokasi TATAP sendiri telah memanfaatkan kasus Protap untuk mencari popularitas dan uang. ”Hal ini terbukti dengan dibukanya dompet peduli untuk sumbangan dalam kasus insiden Protap dompet peduli ini sudah diumumkan di media massa dengan nomor rekening Bank BCA atas nama Jansius Syahputra Siagian SH,’’ kata Marthin.

Penggratisan terhadap para tersangka, sambungnya, hanya omong kosong. Tim advokasi TATAP memanfaatkan kasus Protap untuk menarik dana dari masyarakat. Padahal, masih ada tersangka kasus Protap yang belum didampingi pengacara. Salah satunya para mahasiswa yang ikut ditangkap, tapi kenapa tim advokasi TATAP tidak mau membela mahasiswa tersebut. Pria bertubuh subur ini menambahkan, tim advokasi TATAP tidak tahu duduk masalah karena mereka berada di Jakarta. “Yang lebih tahu pokok permasalahan adalah kami yang di Medan ini. TATAP mencari popularitas dan melakukan eksploitasi terhadap para tersangka,” ulangnya.

Sementara itu tim advokasi TATAP Jakarta menganggap Marthin Simangungsong terlampau berlebihan menuding pihaknya merebut klein mereka.

“Itu tidak benar, tidak perlu ditanggapi dengan serius, saya juga telah mendengar hal itu. Kami bekerja secara profesional dan sesuai dengan etika advokat. Hal ini dilakukan untuk kepentingan dan kebaikan para tersangka kasus Protap yang kita tangani,” kata salah seorang anggota tim advokasi TATAP Mangapul Silalahi SH melalui sambungan telepon, Jumat (6/3).

Ia juga mengatakan tidak ada yang merebut klien kasus Protap, Silalahi menambahkan bahwa tim advoksi TATAP mempunyai etika.’’Jadi jangan ditanggapi masalah tersebut,’’ujar Mangapul silalahi.

Wagubsu Kembali tak Penuhi Panggilan TPF

Sementara itu tim Pencari Fakta (TPF) DPRD Sumut kasus demo anarkis, yang menewaskan Ketua DPRD Sumut Aziz Angkat kembali gigit jari. Pasalnya, Wakil Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho kembali tak mau datang memenuhi undangan TPF, Jumat (5/3).

Gatot tampaknya tak mau untuk memberikan keterangan terkait surat keterangan (SK) persetujuan pembentukan Protap. Alasannya, Gatot sedang ada pertemuan dengan Mendagri di Jakarta.

Ketua TPF Abdul Hakim Siagian menyebutkan, sejak pagi Tim Pansus sudah menunggu kedatangan Wagubsu. Tak berapa lama, katanya, surat Sekda datang yang isinya menyebutkan jika Wagubsu tidak bisa datang karena sedang tugas ke Jakarta.

Begitupun, kata Hakim, akan kembali mengirim surat susulan yang sudah ditandatangani pimpinan. Kita harap pada surat susulan kedua ini agar Wagubsu bisa mengagendakan waktunya pada Senin 16 Maret pukul 14.00 WIB mendatang,” ujar Hakim.

Hakim menjelaskan, terkait persoalan itu ada beberapa info berkembang, ada yang menyebutkan Wagubsu ke Bandung bukan ke Jakarta. Padahal surat Sekda ke Jakarta. “Ketidakhadirannya ini disengaja karena ada surat dari Sekda. Kita juga tidak kapok karena ini Pansus, kita juga tidak kecewa, tapi kita sangat berharap kehadirannya sangat penting bahkan Gubsu saja datang,” bebernya.
Sumber :
Website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 dari http://www.hariansumutpos.com/index.php?v=lihat&newsid=22258
Komentar :
Dalam kode etik advokat Indonesia di uraikan bahwa perbuatan merebut klien dari teman sejawat adalah perbuatan melanggar etik advokat ini diuraikan pada pasal 3 huruf 3.4 bahwa” advokat tidak diperkenankan menarik seorang klien dari teman sejawat”.

PELANGGARAN KODE ETIK 9

Pasien Miskin Telantar* Jahitan Operasi Bocor, Urine Berceceran
BANDA ACEH - Seorang pasien pemegang kartu askeskin (asuransi kesehatan miskin) dari Desa Meunasah Manyang (Lamlhom), Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar tidak mendapatkan pelayanan maksimal pascaoperasi di RSU Meuraxa, Banda Aceh. Dokter yang menangani pasien miskin itu tak kunjung kembali dari liburan natal padahal kondisi si pasien semakin memprihatinkan karena diduga infeksi pada bekas operasi. Menurut informasi yang diterima Serambi, pasien bernama Yusuf Sandang (70) masuk ke RSU Meuraxa pada 2 Desember 2007 dengan keluhan hernia dan batu karang. Tgk Yusuf yang juga mantan Imam Meunasah Desa Meunasah Manyang menempati Ruang Inap Pria, Kamar Nomor 7.
Herman, anak Yusuf Sandang mengatakan, operasi hernia dan batu karang ayahnya dilakukan pada 19 Desember 2007 oleh dr Mathius Lobo dan berjalan lancar. Setelah mengoperasi ayah saya, Pak Dokter Mathius mengambil cuti natal dan tahun baru. Penanganan ayah saya diserahkan kepada perawat, ujar Herman. Tanpa diduga, pada 27 Desember 2007, ketika benang jahitan operasi dibuka, terjadi kebocoran sehingga urine yang harusnya keluar secara normal menjadi tumpah lewat luka bekas operasi. Walaupun dipasangi kateter, tetapi urine ayah tetap saja keluar dari bagian perut sehingga bertumpahan ke mana-mana, kata Herman dibenarkan ibundanya, Aisyah. Pascaoperasi tersebutterlebih setelah benang jahitan dibukakondisi Yusuf memburuk. Bekas luka operasi diduga infeksi sehingga mengeluarkan bau menyengat. Bahkan kain penutup tubuhnya harus terus-terusan diganti karena selalu basah dengan urine yang keluar tidak wajar. Sehari saya bisa mengganti empat sampai lima kain sarung karena basah oleh kencing, ujar Aisyah yang terlihat tetap tabah mendampingi suaminya.
Hingga kemarin sudah 14 hari Yusuf menjalani hari-hari pascaoperasi tanpa penanganan serius dari dokter. Perut pasien tersebut tampak menggembung, dan bekas operasinya membengkak. Herman mengaku sudah pernah menghubungi dr Mathius melalui nomor HP-nya, namun tak pernah diangkat. Beberapa sumber di RSU Meuraxa mengatakan Mathius sedang berlibur ke Bali dan sekarang sedang berada di Jakarta. Janjinya pulang hari Kamis 3 Januari 2008, tapi batal. Kami disuruh menunggu lagi hingga Senin 7 Januari. Kemudian pihak rumah sakit menjanjikan dr Mathius kembali hari Jumat 11 Januari namun dokter asal Manado itu tak datang juga, kesal Herman.
Suruh teken surat lari
Pihak keluarga sudah melaporkan ke dokter umum di IGD, tapi mereka hanya menangani Yusuf alakadarnya saja. Sebenarnya kami sudah minta ayah untuk dipindahkan, rujukan pindah ke RSUZA atau Fakinah, atau RS Malahayati. Tetapi pihak rumah sakit tidak mengizinkan. Mereka barumengizinkan asal kami mau menandatangani surat keterangan melarikan diri, ungkap Aisyah dibenarkan Herman. Karena pihak rumah sakit tidak mengizinkan, mereka pun jadi berpikir dua kali ketika harus menandatangani surat pulang paksa tersebut. Jika RS menyatakan tidak memberi izin keluar, maka ayah hanya bisa meninggalkan RS tanpa memakai alat bantu apapun, jelas Herman. Dalam artian semua peralatan yang ada di badan pasien akan dicabut, seperti kateter atau selang infus, dan tidak ada sangkut paut lagi dengan pihak RS. Kami merasa pihak RS tidak bertanggung jawab, sedangkan ayah belum pasti mendapat kamar di RS lain, karena dikhawatirkan RS lain akan
menolak karena ayah sudah terlebih dahulu ditangani RS Meuraxa, lanjut Herman. Pihak RS
meminta mereka sabar menunggu dokter Mathius kembali karena dokter bedah yang lain tidak ada.
Herman juga mengungkapkan, perawat terkesan lamban membantu ketika diminta mengganti
perban ayahnya yang basah oleh urine. Kalau kita minta ganti perban karena sudah bocor dan
urine ayah keluar, mereka biasanya selalu bilang tunggu sebentar. Nanti setelah kesabaran kita hampir habis, barulah mereka datang dan mengganti perban, gerutu Herman. Ketika dibesuk Serambi, keluarga Herman sepakat menunggu janji dari pihak RS beberapa hari lagi. Kita lihat besok lagi saja, mudah-mudahan dokternya datang, harap Aisyah.
Tak tahu persoalan
Direktur RSU Meuraxa, dr Dewi Lailawati yang dikonfirmasi Serambi mengatakan belum mendapatkan informasi mengenai pasien bernama Yusuf Sandang. Ia berjanji akan mengambil tindakan tegas terhadap dr Mathius jika terbukti meninggalkan pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya. Saya baru tahu tentang hal ini, dan akan segera melihat keadaan pasien, kita akan mengambil langkah terbaik untuknya, tukas Dewi. Menurut mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh ini, dr Mathius cuti natal dan tahun baru, dan harusnya sudah kembali bertugas. Saat saya sms beberapa hari lalu, katanya dia sedang di Jakarta mengurus gajinya dari Depertemen Kesehatan RI. Saya sudah meminta dia pulang segera, karena kami hanya punya satu dokter bedah di sini, yaitu dr Mathius, jelas Dewi. Dr Dewi sendiri sudah mengadakan pertemuan dengan para dokter ahli bedah dan spesialis lain dari Fakultas Kedoteran Universitas Syiah Kuala dan RSUZA. Jika sampai besok (hari ini) dr Mathius tidak kembali bertugas, maka kita akan diskusikan dulu dan minta bantuan dari dokter bedah lain untuk menangani pasien Yusuf, janji Dewi. Mengenai penandatanganan surat pulang paksa oleh keluarga pasien, dr Dewi mengatakan itu sudah sesuai prosedur rumah sakit. Namun kita tetap bertanggung jawab mengantarkan pasien dengan ambulans sampai ke tujuan, tegasnya.
Sampai berita ini diturunkan, Serambi tetap tidak bisa menghubungi dr Mathius untuk dimintai keterangan.
Sumber :
Komentar :
Sungguh tega seorang dokter yang menjadi harapan mempermainkan pasiennya dan malah lebih asik liburan tanpa memikirkan pasiennya yang masih ada dalam tanggung jawabnya, belum lagi pasien tersebut adalah korban kegagalan dari oprasi dokter tersebut (Dr matius ahli bedah) ini jelas-jelas melanggar kode etik kedokteran Indonesia, dokter tersebut melanggar
  1. pasal 1
setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter (ia telah melanggar sumpah yang diucapkannya sebagai seorang dokter)
  1. pasal 2
seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinuya menurut ukuran yang tertinggi
( yang mana dokter tersebut tidak melaksanakan Profesinya dengan ukuran yang tertinggi)
  1. pasal 3
dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi
( dokter tersebut hanya melihat keuntungan pribadi dibuktikan dengan pasen korban bedah tersebut adalah orang miskin yang tidak mampu)
  1. pasal 8
dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan?mendahulukan kepentinagn masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,preventif,kuratif, dan rehabilitatif),serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
(dokter tersebut jelas mementingkan kepentingan pribadi yang hedonis, berfoya-foya, bersenang-senang dibawah rinrihan pasien yang sedang menunggunya yung masih dalam tanggung jawabnya)
  1. pasal 10
setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk hidup insani
( dokter tersebut melalaikan kewajibannya untuk melindungi makhluk insani)
  1. pasal 14
setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
(dokter tersebut tidak bersedia melakukan pertolongan darurat kepada pasien yang sedang dalam masa kritis mana kala tak ada dokter lain yang lebih berkompeten yang bias menggantikannya)

PELANGGARAN KODE ETIK 10

Telantarkan Pasien Jamkesmas, Warga Miskin Demo Rumah Sakit

Selasa, 12 Mei 2009 | 8:33 WIB | Posts by: Judi Prasetyo | Kategori: Pantura, Tapal Kuda | ShareThis
Pasuruan - Surya-Buruknya pelayanan di RSD dr Soedarsono, Kota Pasuruan memicu unjuk rasa ratusan massa dari LSM Laskar Merah Putih dan Front Komunitas Indonesia Satu (FKI1), Senin (11/5).
Pelayanan rumah sakit yang buruk itu dialami sejumlah pasien dari keluarga miskin (gakin) hingga berbuntut kematian. Para pasien gakin itu seolah dijadikan kelinci percobaan karena tidak segera ditangani petugas medis.
Sejumlah atribut bernada kecaman buruknya pelayanan rumah sakit digelar pengunjuk rasa. Di antaranya, Rakyat jangan dijadikan tumbal, Wong melarat dilarang sakit, Pasien jangan dibuat percobaan, Pak dokter yang professional ya, melarat masuk rumah sakit sekarat, Pak Wali DPR bongkar kejahatan rumah sakit, rumah sakit purut sarang mafia, rumah sakit Purut remek puooolll, RSUD rumah sakit untuk dagelan.
“Kami mengingatkan kepada pejabat yang berkuasa untuk tidak semena-mena melayani masyarakat terutama orang miskin. Namun realitanya, mereka justru dijadikan kelinci percobaan,” tandas Rachmad Cahyono, Ketua LSM Laskar Merah Putih.
Seperti diberitakan Surya beberapa hari lalu, dua pasien Jamkesmas, yakni Dewi Yuliati,45, warga Jl Hasanudin, Kelurahan Karanganyar yang menderita tumor dan Arif Nugroho,6, warga Jl Darmoyudho, Kota Pasuruan yang menderita gizi buruk, tidak mendapatkan pelayanan medis yang wajar dari RSD dr Soedarsono.Dewi Yuliati akhirnya meninggal dunia seminggu setelah diberitakan Surya karena enggan untuk balik kembali ke rumah sakit. Sedangkan Arif Nugroho meninggal dunia setelah sakit yang dideritanya diekspos. Bahkan saat dirujuk ke Malang, keluarga Arif Nugroho masih sempat dikerjain sopir ambulance yang tidak ada di tempat.“Dua kasus tersebut, menunjukkan tidak profesionalnya manajemen rumah sakit melayani pasien. Pasien masih dibentak-bentak dan dianggap rewel, sopir ambulance masih minta uang bensin kepada keluarga pasien. Kami minta Direktur rumah sakit dr Sugeng Winarta untuk mundur dan segera diganti,” kata Ayi Suhaya, Ketua FKI 1.
Setelah melakukan orasi, para demonstran melakukan dialog bersama DPRD Kota Pasuruan. Perwakilan demonstran diterima Ketua DPRD, HA Hasani dan A Jadid, anggota Komisi II yang membidangi kesejahteraan masyarakat.
“Kami merespons semua yang disampaikan demonstran. Semestinya dialog ini juga dihadiri Wali Kota Pasuruan dan Direktur rumah sakit. Namun, wali kota ada acara di Jakarta. Kami berharap perwakilannya bersedia berdialog Kamis (14/5) nanti,” ujar H A Hasani.
Sementara humas rumah sakit dr Bambang Pramono membantah tudingan buruknya pelayanan rumah sakit dr Soedarsono. “Kami sudah memberikan pelayanan sekuat tenaga kepada semua pasien, termasuk pasien Jamkesmas. Apa yang disampaikan demonstran tetap kami respons dengan memberikan pelayanan sebaik mungkin,” ujarnya.st13
Sumber :

Website, diambil pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2009, pukul 17.00 darihttp://www.surya.co.id/2009/05/12/telantarkan-pasien-jamkesmas-warga-miskin-demo-rumah-sakit.html

Komentar :

Ini adalah sebuah pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia dan pasal-pasal yanjg dilanggarnya adalah
pasal 1
setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter (dokter yang ada dirumah sakit tersebut telah melanggar sumpah yang diucapkannya sebagai seorang dokter)
pasal 3
dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi
( dokter di rumah sakit tersebut jelas hanya melihat keuntungan pribadi dibuktikan dengan menelantarkan pasen miskin yang tidak mampu)
pasal 8
dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan?mendahulukan kepentinagn masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,preventif,kuratif, dan rehabilitatif),serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
(dokter tersebut jelas tidak mementingkan kepentingan umum dan membiarkan rinrihan pasien yang sedang membutuhkan pertoilongannya)
pasal 10
setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk hidup insani
( dokter tersebut melalaikan kewajibannya untuk melindungi makhluk insani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar