TINJAUAN TEORITIS UPAYA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA


 TINJAUAN TEORITIS UPAYA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA

Upaya hokum terbagi dalam dua macam, yaitu:
  1. -          Upaya hokum biasa (Perzet, banding, kasasi)
  2. -          Upaya hokum luar biasa (Peninjauan Kembali, Perlawanan Pihak Ke tiga)

1.       UPAYA HUKUM PERZET:
Yang dimaksud perzet adalah upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat. Jadi verzet ini merupakan bentuk upaya hukum terhadap putusan verstek. Ketentuan verzet ini diatur dalam pasal 129 HIR.
Permohonan perzet diajukan seperti mengajukan gugatan biasa. Tergugat yang mengajukan perlawanan disebut pelawan atau opposant, sedangkan penggugat disebut terlawan atau geopposeerde.
2.       BANDING
Banding adalah pemeriksaan ulang yang dilakukan oleh hakim pengadilan tinggi terhadap perkara yang telah diputus oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak yang tidak puas terhadap putusan hakim pada tingkat pertama.
Dalam UU no 20 tahun 1947, beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diterima permohonan banding adalah:
1.       Permohonan banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan hakim pengadilan dijatuhkan atau diberitahukan. Apabila pihak yang berkepentingan tidak hadir pada waktu putusan dijatuhkan, tenggang waktu 14 hari tersebut dihitung sejak pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir tersebut.
2.       Bagi pemohon yang bertempat tinggal diluar hukum tempat pengadilan negeri bersidang, maka tenggang waktu permohonan banding adalah 30 hari sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan (pasal 7 UU no 20/1947)
3.       Permohonan banding dapat disampaikan baik secara lisan maupun tertulis.
4.       Permohonan banding dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh kuasanya yang sengaja diberi kuasa untuk mengajukan banding.
Sementara mengenai putusan hakim tinggi salam perkara banding dapat berupa:
1.       Memperkuat putusan hakim pengadilan negeri
2.       Membatalkan atau memperbaiki putusan hakim pengadilan.

3.       KASASI
Kasasi adalah pembatalan atas putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir.
Beredasarkan ketentuan pasal 30 UU No. 14/1985 tentang mahkamah agung, menyebutkan alasan-alasan bagi MA dapat melakukan kasasi atas putusan dan penetapan dari pengadilan-pengadiloan dibawahnya:
1.       Tidak berwenang atau melampaui wewenang
2.       Salah menerapkan atau karena melanggar peraturan hukum yang berlaku
3.       Lalai memenuhi bsyarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
Permohonan kasasi harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada pemohon (pasal 46 ayat 1 UU 14/1985
Apabila tenggang waktu 14 hari tersebuttelah lewat tanpa adanya permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang berperkara, maka dianggap telah menerima putusan (pasal 46(2) UU 14/1985)
Putusan MA dalam perkara kasasi ini ada dua kemungkinan yakni:
1.       Apabila permohonan kasasi dikabulkan berdasarkan alasan-alasan bahwa pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya, maka MA menyerahkan perkara tersebut kepada pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutusnya.
2.       Apabila permohonan kasasi dikabulkan berdasarkan alasan bahwa pengadilan sebelumnya salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku atau lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, maka MA memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.

4.       PENINJAUAN KEMBALI

Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang merupakan sarana untuk memperbaiki putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ada beberapa alasan permohonan PK yaitu:
1.       Pabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
2.       Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3.       Apabila telah dikabulkan suatu hak yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.
4.       Apabila mengenai sesuatu bagian dan tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
5.       Apabila antar pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sdama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya.
6.       Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
PK dapat diajukan oleh pihak yang berperkara, kuasanya atau ahli warisnya. Permohonan hanya dapat diajukan satu kali saja, dan dapat dicabut selama belum diputus.
Permohonan harus diajukan dalam tenggang waktu 180 hari terhitung sejak;
1.       Kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui.
2.       Putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap
3.       Ditemukan surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukan harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan pejabat yang berwenang.
4.       Putusan hakim memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

5.       PERLAWANAN PIHAK KETIGA DERDENVERZET
Yang dimaksud adalah perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan hakim atau terhadap perkara yang sedang berlangsung, karena pihak ketiga mempunyai kepentingan. Hal ini diatur dalam pasal 378 dan 379 BRV.
Tatacara permohonan perlawanan pihak ketiga sama dengan mengajukan gugatan; tenggang waktu tidak dibatasi dan tidak ditentukan.
Perlawanan pihak ketiga ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempersingkat proses pemeriksaan sengketa perdata, menghemat waktu, biaya dan tenaga, serta menghindarkan putusan hakim yang saling bertentangan.


Resume dari:
Judul Buku          “BEBERAPA PERMASALAHAN PERDATA PERADILAN AGAMA DALAM TANYA JAWAB”
Di Susun Oleh    Drs. H. Wildan Suyuthi, SH.
Penerbit              PUSLITBANG DIKLAT MAHKAMAH AGUNG RI 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar